Jumat, 17 Januari 2014

Ida #kecepatan disolusi




BAB I
PENDAHULUAN
I.1     LATAR BELAKANG
Obat adalah suatu zat yang dimaksud untuk manusia untuk mengurangi rasa sakit, menghambat, atau mencegah penyakit yang menyerangnya. Obat yang diberikan pada pasien tersebut harus melalui banyak proses di dalam tubuh. Dan  bahan obat yang diberikan tersebut, dengan cara apapun juga harus memiliki daya larut dalam air untuk kemanjuran terapeutiknya.
Disolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk  sediaan padat ke dalam media pelarut. Pelarutan suatu zat aktif sangat penting artinya karena ketersediaan suatu obat sangat tergantung dari kemampuan zat tersebut melarut  ke dalam media pelarut sebelum diserap ke dalam tubuh.
Suatu bahan obat yang diberikan dengan cara apapun dia harus memiliki daya larut dalam air untuk kemanjuran terapeutiknya. Senyawa-senyawa yang relatif tidak dapat dilarutkan mungkin memperlihatkan absorpsi yang tidak sempurna, atau tidak menentu sehingga menghasilkan respon terapeutik yang minimum. Daya larut yang ditingkatkan dari senyawa-senyawa ini mungkin dicapai dengan menyiapkan lebih banyak turunan yang larut, seperti garam dan ester dengan teknik seperti mikronisasi obat atau kompleksasi.
Dalam bidang farmasi, laju disolusi sangat diperlukan karena menyangkut tentang tentang waktu yang dibutuhkan untuk penglepasan obat dalam bentuk sediaan dan diabsorbsi dalam tubuh. Jadi, semakin cepat disolusinya maka makin cepat  pula obat atau sediaan memberikan efek kepada tubuh.
I.2     MAKSUD DAN TUJUAN PRAKTIKUM
         I.2.1     Maksud praktikum
                        Adapun maksud percobaan ini adalah  mengetahui dan memahami cara penentuan dari konstanta laju disolusi distribusi suatu obat parasetamol.
        I.2.2     Tujuan praktikum
1.         Menentukan kecepatan disolusi suatu zat
2.         Menggunakan alat penentu kecepatan disolusi suatu zat
3.         Menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan disolusi suatu zat.
I.3     PRINSIP PERCOBAAN
Penentuan konstanta kecepatan disolusi tablet parasetamol berdasarkan kadar zat yang terdisolusi dalam media air suling pada suhu 370C dengan menggunakan alat disolusi dimana pada menit ke 5, 10, 15, 20, 25  dan 30 dipipet larutan sampel dan ditentukan kadarnya absorbansinya.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1   DASAR TEORI
Disolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk sediaan padat ke dalam media pelarut. Pelarut suatu zat aktif sangat penting artinya karena ketersediaan suatu obat sangat tergantung dari kemampuan zat tersebut melarut ke dalam media pelarut. Pelarut suatu zat aktif sangat penting artinya karena ketersediaan suatu obat sangat tergantung dari kemampuan zat tersebut melarut ke dalam media pelarut sebelum diserap ke dalam tubuh. Sediaan obat yang harus diuji disolusinya adalah bentuk padat atau semi padat yaitu bentuk tablet, kapsul dan salep (Martin,1993)
Agar suatu obat diabsorbsi, mula-mula obat tersebut harus larut dalam cairan pada tempat absorpsi. Dalam hal ini dimana kelarutan suatu obat tergantung dari apakah medium asam atau medium basa, obat tersebut akan dilarutkan berturut-turut dalam lambung dan dalam usus halus. Proses melarutnya suatu obat disebut disolusi (Ansel, 1989).
Jika proses disolusi untuk suatu partikel obat tertentu adalah cepat atau jika obat diberikan sebagai suatu larutan dan tetap ada dalam tubuh seperti itu, laju obat yang terabsorbsi terutama akan tergantung pada kesanggunpannya menembeus pembatas membrane. Tetapi, jika disolusi untuk suatu partikel obat lambat, misalnya mungkin karena karakteristik zat obat atau bentuk dosis yang diberikan, proses disolusinya sendiri akan merupakan tahap yang menentukan laju dalam proses absorbsi (Ansel, 1989)
Penentuan kecepatan pelarutan suatu zat dapat dilakukan dengan metode: (Effendi, 2005)
1.      Metode suspensi
Bubuk zatpadat ditambahkan pada pelarut tanpa pengontrolan yang eksak terhadap luas pemukaan partikelnya. Sample diambil pada waktu-waktu tertentu dan jumlah zat yang terlarut ditentukan dengan cara yang sesuai.
2.      Metode permukaan konstan
Zat ditempatkan dalam suatu wadah yang diketahui luasnya, sehingga variable perbedaan luas permukaan efektif dapat dihilangkan. Biasanya zat dibuat tablet terlebih dahulu. Kemudian sampel ditentukan seperti pada metode suspensi.
Kecepatan pelarutan berbanding lurus dengan luas permukaan bahan padat, koefisien difusi, serta berbanding lurus dengan turunnya konsentrasi pada waktu t. Kecepatan pelarutan ini juga berbanding terbalik dengan tebal lapisan difusi. Pelepasan zat aktif dari suatu produk obat sangat dipengaruhi oleh sifat fisikokimia zat aktif dan bentuk sediaan. Ketersediaan zat aktif ditetapkan oleh kecepatan pelepasan zat aktif dari bentuk sediaan, dimana pelepasan zat aktif ditentukan oleh kecepatan melarutnya dalam media sekelilingnya (Tjay, 2002).
Agar suatu obat diabsorbsi, mula-mula obat tersebut harus larutan dalam cairan pada tempat absorbsi. Sebagai contoh, suatu obat yang diberikan secara oral dalam bentuk tablet atau kapsul tidak dapat diabsorbsi sampai partikel-partikel obat larut dalam cairan  pada suatu tempat dalam saluran lambung-usus. Dalam hal dimana kelarutan suatu obat tergantung dari apakah medium asam atau medium basa, obat tersebut akan dilarutkan berturut-turut dalam lambung dan dalam usus halus. Proses melarutnya suatu obat disebut disolusi (Ansel, 1985).
Pelepasan zat aktif dari suatu produk obat sangat dipengaruhi oleh sifat fisikokimia zat aktif dan bentuk sediaan. Ketersediaan zat aktif biasanaya ditetapkan oleh kecepatan pelepasan zat aktif dari bentuk sediaannya. Pelepasan zat aktif dari bentuk sediaan biasanya ditenmtukan oleh kecepatan melarutnya dalam media sekelilingnya (Amir, 2007).
Disolusi adalah suatu jenis khusus dari suatu reaksi heterogen yang menghasilkan transfer massa karena adanya pelepasan dan pemindahan menyeluruh ke pelarut dari permukaan padat. Teori disolusi yang umum adalah: (Amir, 2007).
1.      Teori film (model difusi lapisan)
2.      Teori pembaharuan-permukaan dari Danckwerts (teori penetrasi)
3.      Teori Solvasi terbatas/Inerfisial
Kecepatan disolusi merupakan kecepatan zat aktif larut dari suatu bentuk sediaan utuh/ pecahan/ partikel yang berasal dari bentuk sediaan itu sendiri. Kecepatan disolusi zat aktif dari keadaan polar atau dari sediaannya didefinisikan sebagai jumlah zat aktif yang terdisolusi per unit waktu di bawah kondisi antar permukaan padat-cair, suhu dan kompisisi media yang dibakukan  (Shargel, 1988).
Tes  kecepatan melarut telah didesain untuk mengukur berapa kecepatan zat aktif dari satu tablet atau kapsul melarut ke dalam larutan. Hal ini perlu diketahui sebagai indikator kualitas dan dapat memberikan informasi sangat berharga tentang konsistensi dari “batch” satu ke “batch” lainnya. Tes disolusi ini didesain untuk membandingkan kecepatan melarutnya suatu obat, yang ada di dalam suatu sediaan pada kondisi dan ketentuan yang sama dan dapat diulangi (Shargel, 1988).
Kecepatan disolusi sediaan sangat berpengaruh terhadap respon klinis dari kelayakan sistem penghantaran obat. Disolusi menjadi sifat sangat penting pada zat aktif yang dikandung oleh sediaan obat tertentu, dimana berpengaruh terhadap kecepatan dan besarnya ketersediaan zat aktif dalam tubuh. Jika disolusi makin cepat, maka absorbsi makin cepat. Zat aktif dari sediaan padat (tablet, kapsul, serbuk, seppositoria), sediaan system terdispersi (suspensi dan emulsi), atau sediaan-sediaan semisolid (salep,krim,pasta) mengalami disolusi dalam media/cairan biologis kemudian diikuti absorbsi zat aktif ke dalam sirkulasi sistemik (Voigt, 1995).
Bila suatu tablet atau sediaan obat lainnya dimasukkan dalam saluran cerna, obat tersebut mulai masuk ke dalam larutan dari bentuk padatnya. Kalau tablet tersebut tidak dilapisi polimer, matriks padat juga mengalami disintegrasi menjadi granul-granul, dan granul-granul ini mengalami pemecahan menjadi partikel-partikel halus. Disintegrasi, deagregasi dan disolusi bisa berlangsung secara serentak dengan melepasnya suatu obat dari bentuk dimana obat tersebut diberikan (Martin, 1993).
Mekanisme disolusi, tidak dipengaruhi oleh kekuatan kimia atau reaktivitas partikel-partikel padat terlarut ke dalam zat cair, dengan mengalami dua langkah berturut-turut: (Gennaro, 1990)
1.      Larutan dari zat padat pada permukaan membentuk lapisan tebal yang tetap atau film disekitar partikel
2.      Difusi dari lapisan tersebut pada massa dari zat cair.
Langkah pertama,. larutan berlangsung sangat singkat. Langka kedua, difusi lebih lambat dan karena itu adalah  langkah terakhir.
Adapun mekanisme disolusi dapat digambarkan sebagai berikut :

Massa larutan dengan konsentrasi = Ct
Kristal
Lapisan film (h) dgn konsentrasi = Cs
 





                                         Difusi layer model (theori film)
Pada waktu suatu partikel obat memngalami disolusi, molekul-molekul obat pada permukaan mula-mula masuk ke dalam larutan menciptakan suatu lapisan jenuh obat-larutan yang membungkus permukaan partikel obat padat. Lapisan larutan ini dikenal sebagai lapisan difusi. Dari lapisan difusi ini, molekul-molekul obat keluar melewati cairan yang melarut dan berhubungan dengan membrane biologis serta absorbsi terjadi. Jika molekul-molekul obat terus meninggalkan larutan difusi, molekul-molekul tersebut diganti dengan obat  yang dilarutkan dari permukaan partikel obat dan proses absorbsi tersebut berlanjut (Martin, 1993).
Jika proses disolusi untuk suatu partikel obat tertentu adalah cepat, atau jika obat diberikan  sebagai suatu larutan  dan tetap ada dalam tubuh seperti itu, laju obat yang terabsorbsi terutama akan tergantung pada kesanggupannya menembus  menembus pembatas membran. Tetapi, jika laju disolusi  untuk suatu partikel obat lambat, misalnya mungkin karena karakteristik zat obat atau bentuk dosis yang diberikan , proses disolusinya sendiri akan merupakan tahap yang menentukan laju dalam proses absorbsi. Perlahan-lahan obat yang larut tidak hanya bisa diabsorbsi pada suatu laju rendah, obat-obat tersebut mungkin tidak seluruhnya diabsorbsi atau dalam beberapa hal banyak yang tidak diabsorbsi setelah pemberian ora, karena batasan waaktu alamiah bahwa obat bisa tinggal dalam lambung atau saluran usus halus (Martin, 1993).
Pemikiran awal dilakukannya uji hancurnya tablet didasarkan pada kenyataan bahwa tablet itu pecah menjadi lebih luas dan akan berhubungan dengan tersedianya obat di dalam cairan tubuh. Namun sebenarnya uji hancur hanya waktu yang diperlukan tablet untuk hancur di bawah kondisi yang ditetapkan dan lewatnya partikel melalui saringan. Uji ini tidak memberi jaminan bahwa partikel-partilkel tersebut akan melepas bahan obat dalam larutan dengan kecepatan yang seharusnya. Untuk itulah sebabnya uji disolusi dan ketentuan uji dikembangkan bagi hampir seluruh produk tablet  (Martin, 1993).
Pelepasan dari bentuk-bentuk sediaan dan kemudian absorpsi dalam tubuh dikontrol oleh sifat fisika kimia dari obat dan bentuk yang diberikan, serta sifat-sifat fisika kimia dan fisiologis dari system biologis. Konsentrasi obat, kelarutan dalam air, ukuran molekul, bentuk kristal, ikatan protein, dan pKa adalah faktor-faktor fisika kimia yang harus dipahami untuk mendesain system pemberian (Martin, 1993).
Obat-obat yang diberikan dalam bentuk larutan biasanya diabsorpsi lebih cepat dibandingkan pemberian dalam bentuk padat, karena tidak membutuhkan prose melarut (Ansel, 1989).
Disolusi dari suatu partikel obat dikontrol oleh beberapa sifat fisika-kimia, termasuk bentuk kimia, kebiasaan kristal, ukuran partikel, kelarutan, luas permukaan, dan sifat-sifat pembasahan. Bila data kelarutan kesetimbangan dirangkaikan, maka eksperimen disolusi dapat membantu mengidentifikasi daerah masalah bioavailabilitas potensial (Lachman, 1994).
Obat dapat diubah dalam system saluran cerna menjadi berbagai bentuk yang menjadikannya kurang atau lebih lambat tersedia untuk diabsorpsi. Perubahan ini mungkin disebabkan oleh penggabungan atau berikatannya obat-obat dengan beberapa bahan lain yang mungkin berupa suatu unsure yang normal dari system saluran cerna atau suatu bahan makanan atau bahan obat lain. (Ansel, 1989)
Dalam bidang farmasi, penentuan kecepatan pelarutan suatu zat perlu dilakukan karena kecepatan pelarutan suatu zat aktif dapat dilakukan pada beberapa tahap pembuatan sediaan obat yaitu : tahap preformulasi, tahap formulasi, dan tahap produksi (Effendi, 2005).
Beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi disolusi adalah luas permukaan, bentuk obat kristal dan amorf, bentuk garam, atau faktor lainnya yaitu keadaan hidrasi dari suatu obat dapat mempengaruhi kelarutan dan pola absorpsi. Biasanya bentuk anhidrat dari suatu molekul organic lebih mudah larut daripada anhidratnya (Ansel, 1989).
Analisis kecepatan disolusi zat aktif dari sediaannya merupakan analisis yang penting dalam pengujian mutu untuk sediaan-sediaan obat. Analisis disolusi telah masuk persyaratan wajib USPuntuk persyaratan tablet dan kapsul, sejak tahun 1960. Berbagai studi telah berhasil dalam korelasi disolusi invivo dengan disolusi invitro. Namun, disolusi bukan merupakan suatu peramal koefisien terapi, tetapi disolusi lebih merupakan parameter mutu yang dapat memberikan informasi berharga tentang ketersediaan hayati dari suatu produk (Voigt, 1995).
Pengembangan dan penggunaan uji disolusi invitro untuk mengevaluasi dan menggambarkan disolusi dan absorbsi invitro bertujuan : (Ansel, 1989).
a)      Untuk mengetahui kepentingan bahwa sifat-sifat fisikokimia yang ada dalam model disolusi dapat berarti atau berpengaruh dalam proses invivo apabila dikembangkan suatu model yang berhasil meniru situasi invivo
b)      Untuk menyaring zat aktif penting dikaitkan dengan formulasinya dengan sifat disolusi dan absorbsinya sesuai.
c)      Sistem uji disolusi invitro dapat digunakan sebagai prosedur pengendalian mutu untuk produk akhir.
d)      Menjamin kesetaraan hayati (bioekivalen) dari batch yang berbeda dari bentuk sediaan solid apabila korelasi antara sifat disolusi dan ketersdiaan hayati telah ditetapkan.
e)      Metode yang baik sekali dan handal untuk memantau proses formulasi dan manufaktur.
f)        Penetapan kecepatan disolusi intrinsik berguna untuk mengetahui sifat disolusi zat aktif yang baru.
g)      Agar sistem disolusi invitro bernilai maka system harus meniru secara dekat sistem  invivo sampai tingkat invitro-invivo yang konsisten tercapai. Oleh karena itu keuntungan dalam biaya, tenaga kerja, kemudahan dapat diberikan dengan penggunaan sistem 
Disolusi dapat terjadi langsung pada permukaan tablet, dari granul-granul bilamana tablet telah pecah atau dari partikel-partikel halus bilamana granul-granul telah pecah. Pada tablet yang tidak berdesintegrasi, kecepatan disolusinya ditentukan oleh proses disolusi dan difusi. Namun demikian, bagi tablet yang berdesintegrasi, profil disolusinya dapat menjadi sangat berbeda tergantung dari apakah desintegrasi atau disolusinya yang menjadi penentu kecepatan (Ansel, 1989).



II.2   URAIAN BAHAN
1.             Air Suling (DitjenPOM, 1979 : 96 )
Nama Resmi
:
AQUA DESTILLATA

Nama Lain
:
Air suling, aquadest

RM/BM
:
H2O / 18,02

Rumus Struktur
:
H-O-H

Pemerian
:
Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berasa, tidak mempunyai bau.

Penyimapanan
:
Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan
:
Sebagai pelarut


2.            Parasetamol (DitjenPOM, 1979 : 37 )
Nama Resmi
:
ACETAMINOPHENUM

Nama Lain
:
Parasetamol

RM/BM
:
C8H9NO2 / 151,16

Pemerian
:
Hablur atau serbuk hablur putih: tidak berbau : rasa pahit.

Penyimapanan
:
Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan

:
Sebagai zat uji





II.3   Prosedur Kerja (Anonim, 2013)
1.     Pengaruh suhu terhadap kecepatan disolusi zat
·         Isilah bejana dengan 900 ml.
·         Pasang thermostat pada suhu 30oC.
·         Jika suhu air di dalam bejana mencapai 30oC,masukkan 2 g asam salisilat dan hidupkan motor penggerak pada kecepatan 50 rpm.
·         Ambil sebanyak 20 ml air dari bejana setiap selang waktu 1, 5, 10, 15,20, 25, dan 30 menit setelah pengadukan. Setiap selesai pengambilan sampel, segera digantikan dengan 20 ml air.
·         Tentukan kadar asam salisilat terlarut dari setiap sampel dengan cara titrasi asam-basa menggunakan NaOH 0,05 N dan indikator fenoftalein. Lakukan koreksi perhitungan kadar yang diperoleh setiap waktu terhadap pengenceran yang dilakukan karena penggantian larutan dengan air suling.
·         Lakukan percobaan yang sama untuk suhu 40oC dan suhu 50oC.
·         Tabelkan hasil yang diperoleh.
·         Buat kurva antara konsentrasi asam salisilat yang diperoleh dengan waktu untuk setiap satuan waktu (dalam satu grafik).

2.     Pengaruh kecepatan pengadukan terhadap kecepatan disolusi zat
·         Isilah bejana dengan 900 ml.
·         Pasang thermostat pada suhu 30oC.
·         Jika suhu air di dalam bejana mencapai 30oC,masukkan 2 g asam salisilat dan hidupkan motor penggerak pada kecepatan 50 rpm.
·         Ambil sebanyak 20 ml air dari bejana setiap selang waktu 1, 5, 10, 15,20, 25, dan 30 menit setelah pengadukan. Setiap selesai pengambilan sampel, segera digantikan dengan 20 ml air.
·         Tentukan kadar asam salisilat terlarut dari setiap sampel dengan cara titrasi asam-basa menggunakan NaOH 0,05 N dan indikator fenoftalein. Lakukan koreksi perhitungan kadar yang diperoleh setiap waktu terhadap pengenceran yang dilakukan karena penggantian larutan dengan air suling.
·         Lakukan percobaan yang sama untuk kecepatan 100 dan 500 rpm.
·         Tabelkan hasil yang diperoleh.
·         Buat kurva antara konsentrasi asam salisilat yang diperoleh dengan waktu untuk setiapmsatuan waktu (dalam satuan grafik).




BAB III
METODE KERJA
III.1  ALAT DAN BAHAN
1.      Alat-alat yang digunakan
Alat yang dipakai pada praktikum ini adalah  alat uji disolusi tipe 2 (dayung), gelas kimia 50 ml, kuvet, pipet volume 5 ml, pipet volume 10 ml, spektrofotometer  dan vial.
2.      Bahan-bahan yang digunakan
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah air steril, etiket, parasetamol 500 mg dan parasetamol p.a.

III.2  CARA KERJA
Ø  Prosedur penggunaan alat uji disolusi
1.      SWITCH ON pemanas lampu dan LED hijau akan menyala dan LCD juga akan menyala.
2.      Pesan akan nampak pada display yaitu: VEEGO TABLET DISSOLUTION.
3.      Kemudian pesan itu akan berubah menjadi: TANK WARMING 29,9o HEATER ON.
4.      Pemanas akan terus on hingga suhu mencapai 38,0o C.
5.      Ketika suhu telah mencapai 38,0o C akan timbul suara agak panjang dan pesan akan berubah menjadi START TEST.
6.      Untuk mengatur tanggal dan waktu, tekan SET CLOCK , lalu atur waktu dan tanggal.
7.      Untuk mengatur interval waktu, tekan SET INTERVAL kemudian atur waktunya tekan ENTER.
8.      Untuk mengatur suhu tekan SET TEMPT lalu atur suhunya dan tekan ENTER.
9.      Untuk mengatur kecepatan putar, tekan SET RPM atur RPMnya kemudian tekan ENTER.
10.  Untuk mengatur no.batch tekan BATCH NO ketikkan no batch lalu tekan ENTER.
11.  Pelaksanaan test tekan START TEST dan akan muncul pesan: BEAKER WARMING 36,9oC HEATER ON.
12.  Setelah 45 menit suhu digelas kimia juga akan mencapai 37,0oC dan akan muncul suara beep agak panjang. Pesan berubah menjadi: INSERT SAMPLE ENTER TO START.
13.  Masukkan tablet atau kapsul ke dalam keranjang kemudian tekan ENTER.
Ø  Prosedur penggunaan spektrofotometer
1.      Sambungkan ke sumber arus listrik
2.      Putar / set tombol turn ON
3.      Panaskan selama minimum 15 menit
4.      Putar / set zero (nol)
5.      Putar / set panjang gelombang
6.      Masukkan kuvet berisi blanko
7.      Putar / set skala penuh sampai jarum menunjukkan angka 0 (absorban) atau angka 100 (transmitan)
8.      Masukkan kuvet yang berisi sampel yang akan diukur
9.      Lihat / catat persen transmitan (%T) atau absorban (A)
10.  Putar / set turn OFF
11.  Lepaskan kabel / cabut dari sumber arus listrik
Ø  Pengukuran absorban paracetamol
1.      Disiapkan alat dan bahan.
2.      Disiapkan alat uji disolusi dan dimasukkan 900 ml air steril pada medium dan diuji dengan menggunakan metode dayung.
3.      Dimasukkan tablet paracetamol ke dalam medium.
4.      Dilakukan pengadukan dengan kecepatan 50 rpm, dan tiap 5 menit dipipet 5 ml absorban menggunakan pipet volume 5 ml. Bersamaan dengan diambil 5 ml dimasukkan lagi 5 ml air steril ke dalam medium hingga menit ke 30.
5.      Dimasukkan setiap absorban yang dipipet pada interval waktu 5 menit ke dalam masing-masing vial dan ditutup dengan aluminium foil.
6.      Diukur nilai absorban air steril dengan menggunakan spektrofotometer.
7.      Diukur nilai absorban paracetamol menggunakan spektrofotometer.
8.      Dicatat hasilnya dan dibuat dalam tabel





I.             
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
IV.1  DATA PENGAMATAN
IV.I.1   Hasil dan Perhitungan
a.    Tabel pembuatan Kurva baku

KURVA BAKU
PPM
ABSORBAN
50
0.243
70
0.306
90
0.384
110
0.481
130
0.548
200
0.813

a.       Tabel disolusi  paracetamol 500 mg
Waktu (menit)
Kekuatan obat (mg)
rata"


1
2
3

0
500
500
500
500

5
500
500
500
500

10
500
500
500
500

15
500
500
500
500

20
500
500
500
500

25
500
500
500
500

30
500
500
500
500


%kadar obat dlm 900 mL
Kadar
Rata"
1
2
3

55.55555556
55.55555556
55.55555556
55.55555556
55.55555556
55.55555556
55.55555556
55.55555556
55.55555556
55.55555556
55.55555556
55.55555556
55.55555556
55.55555556
55.55555556
55.55555556
55.55555556
55.55555556
55.55555556
55.55555556
55.55555556
55.55555556
55.55555556
55.55555556
55.55555556
55.55555556
55.55555556
55.55555556

Absorban
Absorban
Absorban
Absorban
A
b
(y)
(y)
(y)
Rata"


1
2
3



0.001
0
0
0.00033333
0.045154
0.003852
0.004
0.002
0.003
0.003
0.045154
0.003852
0.007
0.004
0.002
0.00433333
0.045154
0.003852
0.004
0.002
0.002
0.00266667
0.045154
0.003852
0.002
0.002
0.003
0.00233333
0.045154
0.003852
0.004
0.003
0.005
0.004
0.045154
0.003852
0.004
0.008
0.003
0.005
0.045154
0.003852

Obat dalam 5 mL (ppm)
Rata"
ppm
1
2
3

-11.4613092
-11.7208859
-11.7208859
-11.6343604
-10.6825792
-11.2017326
-10.9421559
-10.9421559
-9.90384911
-10.6825792
-11.2017326
-10.5960536
-10.6825792
-11.2017326
-11.2017326
-11.0286814
-11.2017326
-11.2017326
-10.9421559
-11.115207
-10.6825792
-10.9421559
-10.4230025
-10.6825792
-10.6825792
-9.64427242
-10.9421559
-10.4230025


Obat dalam 5 mL (mg)
Rata"

1
2
3

-0.05730655
-0.05860443
-0.05860443
-0.0581718
-0.0534129
-0.05600866
-0.05471078
-0.05471078
-0.04951925
-0.0534129
-0.05600866
-0.05298027
-0.0534129
-0.05600866
-0.05600866
-0.05514341
-0.05600866
-0.05600866
-0.05471078
-0.05557603
-0.0534129
-0.05471078
-0.05211501
-0.0534129
-0.0534129
-0.04822136
-0.05471078
-0.05211501

%obat yang terdisolusi
Rata"

1
2
3

-1.146130925
-1.172088594
-1.172088594
-1.163436038
-1.068257918
-1.120173256
-1.094215587
-1.094215587
-0.990384911
-1.068257918
-1.120173256
-1.059605362
-1.068257918
-1.120173256
-1.120173256
-1.102868143
-1.120173256
-1.120173256
-1.094215587
-1.1115207
-1.068257918
-1.094215587
-1.042300249
-1.068257918
-1.068257918
-0.964427242
-1.094215587
-1.042300249



Faktor Koreksi
Rata"

1
2
3

0
0
0
0
-0.00636739
-0.006511603
-0.0065116
-0.00646353
-0.01230216
-0.012734788
-0.01259058
-0.01254251
-0.0178043
-0.018669554
-0.01881376
-0.01842921
-0.02373906
-0.024892739
-0.02503695
-0.02455625
-0.02996225
-0.031115924
-0.03111592
-0.03073137
-0.03589702
-0.037194899
-0.03690648
-0.03666613
%kadar terkoreksi
Rata"

1
2
3

-1.1461309
-1.1720886
-1.1720886
-1.163436
-1.0746253
-1.1266849
-1.1007272
-1.1006791
-1.0026871
-1.0809927
-1.1327638
-1.0721479
-1.0860622
-1.1388428
-1.138987
-1.1212973
-1.1439123
-1.145066
-1.1192525
-1.136077
-1.0982202
-1.1253315
-1.0734162
-1.0989893
-1.1041549
-1.0016221
-1.1311221
-1.0789664





%disolusi obat
Disolusi
Rata"
1
2
3

-2.06303566
-2.10975947
-2.10975947
-2.09418487
-1.93432556
-2.02803275
-1.98130894
-1.98122242
-1.80483673
-1.94578687
-2.0389749
-1.92986617
-1.95491199
-2.04991706
-2.05017664
-2.01833523
-2.05904218
-2.06111879
-2.01465456
-2.04493851
-1.9767963
-2.02559672
-1.93214911
-1.97818071
-1.98747888
-1.80291985
-2.03601972
-1.94213949


·         Perhitungan
a.       Pembuatan Kurva baku
ppm =
untuk, 50 ppm =
                       70 ppm =
                        90 ppm =
                        110 ppm =
                         130 ppm =
                        200 ppm =
ü Jadi, untuk penentuan absorban kurva baku untuk 50 ppm dipipet 0,5 ml, 70 ppm 0,7 ml, 90 ppm 0,9 ml, 110 ppm 1,1 ml, 130 ppm 1,3 ml, dan 200 ppm dipipet 2 ml.
b.      Kecepatan disolusi paracetamol
1.      % paracetamol dalam 900 ml
=
= %
= 55,56 %
2.      Obat dalam 5 ml (ppm)(1)
Untuk 0 menit :
                              =  = -11,4613
Untuk 5 menit :
                              =  = -10,6825
Untuk 10 menit :
                              =  = -9,9038
Untuk 15 menit :
                              =  = -10,6825
Untuk 20 menit :
                              =  = -11,2017
Untuk 25 menit :
                              =  = -10,6825
Untuk 30 menit :
                              =  = -10,6825
3.      Obat dalam 5 ml (ppm)(2)
Untuk 0 menit :
                              =  = -11,7208

Untuk 5 menit :
                              =  = -11,2017
Untuk 10 menit :
                              =  = -10,6825
Untuk 15 menit :
                              =  = -11,2017
Untuk 20 menit :
                              =  = -11,2017
Untuk 25 menit :
                              =  = -10,9421
Untuk 30 menit :
                              =  = -9,6442
4.      Obat dalam 5 ml (ppm)(3)
Untuk 0 menit :
                              =  = -11,7208
Untuk 5 menit :
                              =  = -10,9421

Untuk 10 menit :
                              =  = -11,2017


Untuk 15 menit :
                              =  = -11,2017
Untuk 20 menit :
                              =  = -10,9421
Untuk 25 menit :
                              =  = -10,4230
Untuk 30 menit :
                              =  = -10,9421
5.      Obat dalam 5 ml (mg) (1)
Untuk 0 menit :
                             =  x 5 = -0,0573 mg
Untuk 5 menit :
                          =  x 5 = -0,0534 mg

Untuk 10 menit :
                           =  x 5 = -0,0495 mg 
 
      Untuk 15 menit :
                         =  x 5 = -0,0534 mg

Untuk 20 menit :
             =  x 5 = -0,0560 mg
Untuk 25 menit :
             =  x 5 = -0,0534 mg
Untuk 30 menit :
                                =  x 5 = -0,0534 mg
6.      Obat dalam 5 ml (mg) (2)
            Untuk 0 menit :                         
                                 =  x 5 = -0,0586 mg

Untuk 5 menit :
                                  =  x 5 = -0,0560 mg

Untuk 10 menit :
                         =  x 5 = -0,0534 mg 
 
      Untuk 15 menit :
                          =  x 5 = -0,0560 mg

Untuk 20 menit :
             =  x 5 = -0,0560 mg
Untuk 25 menit :
             =  x 5 = -0,0547 mg

Untuk 30 menit :
                                 =  x 5 = -0,0482 mg
7.      Obat dalam 5 ml (mg) (3)
Untuk 0 menit :
                                    =  x 5 = -0,0586 mg
Untuk 5 menit :
                                      =  x 5 = -0,0547 mg
Untuk 10 menit :
                                       =  x 5 = -0,0560 mg 
      Untuk 15 menit :
                             =  x 5 = -0,0560mg
Untuk 20 menit :
             =  x 5 = -0,0547 mg
Untuk 25 menit :
             =  x 5 = -0,0521 mg
Untuk 30 menit :
                                =  x 5 = -0,0547 mg
8.      % obat yang terdisolusi (1)
Untuk 0 menit :
                     =  x 100 = -1,1461 mg


Untuk 5 menit :
                       =  x 100 = -1,0682 mg
Untuk 10 menit :
                         =  x 100 = -0,9903 mg   
                     Untuk 15 menit :
                         =  x 100 = -1,0682 mg
Untuk 20 menit :
                          =  x 100 = -1,1201 mg
Untuk 25 menit :
                          =  x 100 = -1,0682 mg
Untuk 30 menit :
                            =  x 100 = -1,0682 mg
9.      % obat yang terdisolusi (2)
Untuk 0 menit :
                               =  x 100 = -1,1720 mg
Untuk 5 menit :
            =  x 100 = -1,1201 mg

Untuk 10 menit :
                  =  x 100 = -1,0682 mg   
                    Untuk 15 menit :
                              =  x 100 = -1,1201 mg
Untuk 20 menit :
                  =  x 100 = -1,1201 mg
Untuk 25 menit :
                        =  x 100 = -1,0942 mg
Untuk 30 menit :
                         =  x 100 = -0,9644 mg
10.  % obat yang terdisolusi (3)
Untuk 0 menit :
                              =  x 100 = -1,1720 mg
Untuk 5 menit :
                              =  x 100 = -1,0942 mg
Untuk 10 menit :
                  =  x 100 = -1,1201 mg   
                   Untuk 15 menit :
                              =  x 100 = -1,1201 mg
Untuk 20 menit :
                  =  x 100 = -1,0942mg

Untuk 25 menit :
                         =  x 100 = -1,0423 mg
Untuk 30 menit :
                         =  x 100 = -1,0942 mg
11.  Faktor koreksi (1)
            Untuk 0 menit :
                  =
Untuk 5 menit :
                   =
                    -1,1461 + 0 = -0,0063
Untuk 10 menit :
                   =
                   ) -1,0682 + (-0,0063) = -0,0123    
                    Untuk 15 menit :
                   =
                     -0,9903 + (-0,0123) = -0,0178
Untuk 20 menit :
                    =
                     -1,0682 + (-0,0178) = -0,0237

Untuk 25 menit :
                               =
             -1,1201 + (-0,0237) = -0,0299
Untuk 30 menit :
                                 =
                      -1,0682 + (-0,0299) = -0,0358
12.  Faktor koreksi (2)
 Untuk 0 menit :
                    =
Untuk 5 menit :
                    =
                      -1,720 + 0 = -0,0065
Untuk 10 menit :
                     =
                      ) -1,1201 + (-0,0065) = -0,0127    
                  Untuk 15 menit :
                     =
                      -1,0682 + (-0,0127) = -0,0186

Untuk 20 menit :
                   =
                    -1,1201 + (-0,0186) = -0,0248
Untuk 25 menit :
                         =
                           -1,1201 + (-0,0248) = -0,0311
Untuk 30 menit :
                                    =
                         -1,0942 + (-0,0311) = -0,0371
13.  Faktor koreksi (3)
            Untuk 0 menit :
                  =
Untuk 5 menit :
                   =
             -1,720 + 0 = -0,0065
Untuk 10 menit :
                   =
                   ) -1,0942 + (-0,0065) = -0,0125   
   


                   Untuk 15 menit :
                               =
                   -1,1201 + (-0,0125) = -0,0188
Untuk 20 menit :
                   =
                     -1,1201 + (-0,0188) = -0,0250
Untuk 25 menit :
                                     =
                           -1,0942 + (-0,0250) = -0,0311
Untuk 30 menit :
                                     =
                           -1,0423 + (-0,0311) = -0,0369
14.  % Kadar terkoreksi (1)
            Untuk 0 menit :
                  =  = -1,1461 %
Untuk 5 menit :
                   =  ) = -1,0746 %
Untuk 10 menit :
                     =  = -1,0026 %   
    
  Untuk 15 menit :
                =  = -1,0860 %   
  Untuk 20 menit :
                =  = -1,1439 %   
  Untuk 25 menit :
                       =  = -1,0982 %   
   Untuk 30 menit :
                        =  = -1,1041 %  
15.  % Kadar terkoreksi (2)
            Untuk 0 menit :
                         =  = -1,1720 %
Untuk 5 menit :
                        =  ) = -1,1266 %
Untuk 10 menit :
                        =  = -1,0809 %   
                        Untuk 15 menit :
                        =  = -1,1388 %   
Untuk 20 menit :
                        =  = -1,1450 %   
Untuk 25 menit :
                                 =  = -1,1253 %   
Untuk 30 menit :
                                  =  = -1,0016 %
16.  % Kadar terkoreksi (3)
             Untuk 0 menit :
        =  = -1,1720 %
Untuk 5 menit :
                         =  ) = -1,1266 %
Untuk 10 menit :
                         =  = -1,0809 %   
                        Untuk 15 menit :
                         =  = -1,1388 %   
Untuk 20 menit :
                         =  = -1,1450 %   
Untuk 25 menit :
                                 =  = -1,1253 %   
Untuk 30 menit :
                                =  = -1,0016 %
17.  % disolusi obat (1)
 Untuk 0 menit :
                              =  x 100 = -2,0630 %

Untuk 5 menit :
                     =  x 100 = -1,9343 %
Untuk 10 menit :
                    =  x 100 = -1,8048 %
Untuk 15 menit :
                   =  x 100 = -1,9549 %
Untuk 20 menit :
                   =  x 100 = -2,0590 %
Untuk 25 menit :
                   =  x 100 = -1,9767 %
                        Untuk 30 menit :
                  =  x 100 = -1,9874 %
18.  % disolusi obat (2)
            Untuk 0 menit :
                   =  x 100 = -2,1097 %
Untuk 5 menit :
                     =  x 100 = -2,0280 %
Untuk 10 menit :
                    =  x 100 = -1,9457 %
Untuk 15 menit :
                   =  x 100 = -2,0499 %
Untuk 20 menit :
                   =  x 100 = -2,0611 %
Untuk 25 menit :
                   =  x 100 = -2,0255 %
                       Untuk 30 menit :
                  =  x 100 = -1,8029 %
19.  % disolusi obat (3)
            Untuk 0 menit :
=  x 100 = -2,1097 %
Untuk 5 menit :
                     =  x 100 = -1,9813 %
Untuk 10 menit :
                     =  x 100 = -2,0389 %
Untuk 15 menit :
                     =  x 100 = -2,0501 %
Untuk 20 menit :
                     =  x 100 = -2,0146 %
Untuk 25 menit :
                   =  x 100 = -1,9321 %
    
Untuk 30 menit :
                  =  x 100 = -2,0360 %

c.       Koefisien laju Disolusi paracetamol
K = b x 2,303
               = 0,003852 x 2,303
              = 8.8 x 10-3 mg/menit



BAB V
PEMBAHASAN
Disolusi adalah suatu proses melarutnya senyawa aktif dari bentuk sediaan padat ke dalam medium pelarut. Pelarutan suatu zat aktif sangat penting artinya karena ketersediaan suatu obat sangat tergantung dari kemampuan zat tersebut melarut  ke dalam media pelarut sebelum diserap ke dalam tubuh.
Adapun aplikasi dalam bidang farmasi yaitu penentuan bentuk-bentuk sediaan yang akan dibuat sesuai dengan sifat zat aktif sehingga dicapai kecepatan pelarutan dalam cairan tubu sehingga dicapai kecepatan pelarutan dalam cairan tubuh sehingga cepat diabsorbsi dan cepat memberikan efek farmakologinya.
Sampel yang digunakan pada praktikum ini yaitu parasetamol 500 mg, air steril sebagai medium disolusi dan parasetamol p.a sebagai pembanding.
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan kecepatan disolusi dari paracetamol 500 mg dan mengetahui cara penggunaan alat uji disolusi.
Pada percobaan ini ada 2 alat yang digunakan yaitu alat uji disolusi (tablet dissolution test apparatus) tipe 2 (dayung) dan spektrofotometer.
Prinsip kerja dari tablet dissolution test apparatus yaitu pada saat tablet dimasukkan ke dalam medium disolusi maka tablet akan mengalami proses disolusi sesuai dengan lama waktu disolusi tablet tersebut.
Prinsip kerja dari spektrofotometer yaitu sinar/cahaya yang datang melalui sampel sebagian akan diserap terhitung sebagai absorban (A) dan sebagian lagi dipantulkan terhitung sebagai transmitan (% T).
Pada percobaan ini, akan dilihat disolusi parasetamol dengan menggunakan medium air steril. Dalam percobaan ini digunakan air steril sebagai media disolusinya  karena air merupakan komponen terbesar yang terdapat di dalam tubuh manusia. Adapun volume dari labu disolusi  yang digunakan adalah 900 ml. Kemudian suhu yang digunakan yaitu dipertahankan agar tetap 37°C, agar sesuai dengan suhu tubuh manusia. Hal ini sebagai pembanding jika obat tersebut berada dalam tubuh manusia. Selain itu alat disolusi juga diatur kecepatan putarannya sebesar 100 rpm karena ini diumpamakan sebagai kecepatan gerak peristaltik lambung.
Pemipetan larutan dilakukan pada waktu-waktu yang berbeda yaitu menit ke-5, 10, 15, 20, 25, dan 30. Hal ini dilakukan untuk mengetahui pada menit ke berapa parasetamol tersebut dapat terdisolusi dengan baik pada medium pelarutnya.
Pada percobaan ini, digunakan air suling sebagai media disolusi karena air merupakan komponen paling besar yang berada di dalam tubuh manusia, jadi obat seakan-akan berdisolusi di dalam tubuh, selain itu karena mengingat kelarutan dari obat yang digunakan. Adapun volume dari labu disolusi  yang digunakan adalah 900 ml. hal ini dianalogikan terhadap suatu gelembung udara,maka gelembung udara tersebut akan masuk ke pori-pori dan bekerja sebagai barier pada interfase sehingga mengganggu disolusi obat.
Waktu yang digunakan yaitu 30 menit karena waktu yang digunakan paracetamol untuk dapat terdisolusi adalah 30 menit.
Untuk melakukan uji disolusi obat, terlebih dahulu alat uji disolusi diaktifkan, kemudian diatur waktu, suhu, interval waktu, dan rpmnya, kemudian setelah 45 menit dan terdengar suara beep yang panjang dari alat uji disolusi maka paracetamol dimasukkan kedalam alat uji disolusi. Setelah obat dimasukkan ke dalam alat uji disolusi, dilakukan pemipetean dalam tiap interval waktu 0, 5, 10, 15, 20, 25, dan 30 menit, tetapi pada saat dilakukan pemipetan dari alat uji disolusi, maka larutan yang diambil dalam alat uji disolusi harus diganti dengan air steril sesuai dengan volume yang diambil. Dilakukan triplo agar hasil yang diperoleh dapat dibandingkan secara keseluruhan.
Setelah dipipet 5 ml, sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer lalu dimasukkan lagi air 5 ml sebagai penggantinya. Hal ini diibaratkan dalam tubuh manusia, yang mana ketika ada cairan yang keluar maka akan segera tergantikan.
Setelah dipipet tiap-tiap interval waktu, sampel dimasukkan ke dalam vial untuk menampung kemudian dimasukkan didalam kuvet lalu ditentukan nilai absorban sampel dan juga air steril dengan menggunakan spektrofotometer.
  Pemipetan dilakukan pada waktu yang berbeda-beda untuk melihat kapan paracetamol berdisolusi dengan optimal  pada medium pelarut.
Pada saat suatu sediaan obat masuk ke dalam tubuh, selanjutnya terjadi proses absorbsi ke dalam sirkulasi darah dan akan didistribusikan ke seluruh cairan dan jaringan tubuh. Apabila zat aktif pada sediaan obat tersebut memiliki pelarut yang cepat, berarti efek yang ditimbulkan juga akan semakin cepat, begitu juga sebaliknya.
Pada percobaan ini ingin ditentukan konstanta kecepatan disolusi suatu zat. Zat yang akan diukur kecepatan atau laju disolusinya adalah tablet parasetamol yang melarut ke dalam media disolusi, dimana medium disolusi yang digunakan adalah air suling.
Hasil yang diperoleh pada percobaan untuk data kurva baku pada 50 ppm absorbannya 0,243, 70 ppm absorbannya 0,306, 90 ppm absorbannya 0,384, 110 Rpm absorbannya 0,481, 130 ppm absorbannya 0,548, dan untuk 200 ppm absorbannya 0.813. Konstanta laju disolusi paracetamol yaitu 8.8 x 10-3 mg/menitmg/menit. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin banyak waktu yang dibutuhkan oleh suatu obat untuk berdisolusi maka semakin tinggi pula konsentrasi (Kadar) zat tersebut dalam cairan (media pelarut).
Dari percobaan yang telah dilakukan diperoleh hasil laju disolusi obat paracetamol yaitu sebesar 8.8 x 10-3mg/menit dan persentase disolusi rata-rata obat parasetamol sebesar 55,56 %. Hal ini tidak sesuai dengan literatur “Ditjen POM” yang menyatakan bahwa hasil disolusi obat parasetamol adalah 80%.
Adapun ketidaksesuaian hasil praktikum ini dengan literatur, hal ini disebabkan beberapa faktor kesalahan antara lain yaitu kesalahan dalam melakukan uji disolusi, suhu yang tidak tepat, dan pengamatan yang kurang teliti
BAB VI
PENUTUP
VI.1  KESIMPULAN
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1.      Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan disolusi
Suhu, medium, kecepatan perputaran, kecepatan letak vertical poros, vibrasi, gangguan pola aliran, posisi pengambilan cuplikan, formulasi bentuk sediaan, dan kalibrasi alat disolusi.
2.      Hasil laju disolus parasetamol sebesar 8,8 x 10-3
3.      Disolusi rata-rata obat parasetamol sebesar 55,56 %
VI.2  SARAN
Sebaiknya dalam praktikum, praktikan harus lebih aktif dan saling bekerja sama dalam kelompok. Praktikan juga harus lebih teliti dalam dalam melakukan pengamatan.
DAFTAR PUSTAKA

Amir, Syarif.dr, dkk.2007. Farmakologi dan Terapi. Edisi kelima. Gaya Baru. Jakarta.

Ansel, Howard C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV, UI Press, Jakarta

Ditjen POM.1979. Farmakope Indonesiaedisi III. Jakarta; Depkes RI.

Effendi, M. Idris, 2005, Penuntun Praktikum Farmasi Fisika, Universitas Hasanuddin Press, Makassar

Gennaro, A. R., et all., 1990,  Remingto’s Pharmaceutical Sciensces, Edisi 18th, Marck Publishing Company, Easton, Pensylvania
Lachman, Leon, dkk, 1994, Teori dan Praktek Farmasi Industri I Edisi III, UI Press, Jakarta.
Martin, Alfred, dkk.  1993 . Farmasi Fisika: Dasar-dasar farmasi fisika dalam ilmu farmasetika, diterjemahkan oleh Yoshita , edisi III , jilid II. Jakarta; penerbit UI.
Mirawati. 2013.Penuntun Praktikum Farmasi Fisika.Makassar;Jurusan Farmasi UMI.

Shargel, Leon, dan Andrew B.C.Y.U. 1988Biofarmasi dan Farmakokinetika Terapan. Edisi II. Penerjemah Dr. Fasich, Apt. dan Dra. Siti    Sjamsiah, Apt. Airlangga University Press. Surabaya.

Voigt, 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Universitas Gadjah Mada   Press. Yogyakarta.