Jumat, 17 Januari 2014

ida #tonisitas

BAB I
PENDAHULUAN
I.1        Latar belakang
Dalam profesi kita sebagai farmasis tentu saja kita akan selalu di hadapkan dengan obat-obatan dan cara pemakaiannya serta bagaimana mengatur obat-obatan yang harus di gunakan oleh pasien serta harus mampu mempersiapkan obat yang sesuai dengan yang di anjurkan, persiapan tentang cara pemberian obat dan observasi secara tepat terhadap cara obat-obatan tersebut bekerja. Dengan kata lain, seorang farmasis dapat berkolaborasi dengan dokter yang memiliki pengetahuan yang memadai dalam bidang ini.
Sediaan farmasetik berair yang ditujukan untuk penggunaan pada aliran darah,mata hidung atau usus umumnya dibuat agar memiliki tone atau tonisitas yang diinginkan berkaitan dengan cairan biologis yang dituju.
Menurut hukum fisika, jika dua larutan ditempatkan pada setiap sisi membrane semipermeabel, pelarut akan melewati membrane dari larutan yang lebih encer menuju larutan yang lebih pekat untuk menyeimbangkan konsentrasi. Proses ini dikenal sebagai osmosis, dan tekanan yang bertanggung jawab untuk gerakan pelarut itu disebut tekanan osmosis.
Tekanan osmosis efektif suatu larutan beragam, tergantung pada zat terlarut yang ada. Jika zat terlarut adalah suatu nonelektrolit, larutannya hanya mengandung molekulyang tak terionisasi dan tekanan osmosis hanya ditentukan oleh konsentrasi zat terlarut. Jika zat terlarut adalah suatu elektrolit larutannya akan mengandung ion dan tekanan osmosis ditentukan tidak hanya oleh konsentrasi zat terlarut tetapi juga oleh tingkat disosiasinya. Zat terlarut yang terdisosiasi memiliki jumlah partikel yang relatif lebih besar dalam larutan dan menghasilkan tekanan osmosis lebih besar daripada molekul-molekul terdisosiasi.
I.2     Tujuan praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu:
Ø  Untuk mengamati peristiwa osmosis
Ø  Untuk menghitung jumlah bahan pengisotonis yang ditambahkan untuk membuat larutan isotonis




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1     Dasar teori
Sifat koligatif adalah sifat larutan yang hanya bergantung pada banyaknya partikel zat terlarut, dan bukan pada jenisnya. Larutan-larutan yang mengandung jumlah partikel terlarut, dan bukan pada jenisnya. Larutan-larutan yang mengandung jumlah partikel terlarut sama akam memperlihatkan sifat koligatif yang sama, meskipun jenis zat terlarutnya berbeda-beda. Pengaruh jenis zat terlarut kecil sekali peranannya, selama zat itu tergolong non elektrolit tak atsiri (tidak mudah menguap), suatu zat yang tak membentuk ion dan tak mempunyai uap berarti. (Eistein Yazid, 2005)
Ada empat sifat koligatif larutan, yaitu : (Eistein Yazid, 2005)
1.        Penurunan tekanan uap
Tekanan uap adalah ukuran kecendrungan molekul-molekul suau cairan untuk lolos menguap. Makin mudah molekul-molekul cairan menjadi uap, makin besar tekanan uapnya.
2.        Kenaikan titik didih
Titik didih suatu cairan adalah suhu pada saat tekanan uap jenuh itu sama dengan tekanan udara luar. Biasanya yang dimaksud dengan titik didih adalah titik didih normal, yaitu titik didih pada tekanan udara luar 1 atmosfir. Titik didih normal air adalah 100 oC.

3.        Penurunan titik beku
Akibat lain dari turunnya tekanan uap larutan adalah turunnya titik beku. Suhu pada saat larutan mulai membeku pada tekanan luar 1 atm disebut titik beku. Titik beku normal air adalah 0 oC.
4.        Tekanan osmotik
Osmosis adalah proses berpindahnya molekul-molekul pelarut dari larutan encer kelarutan yang lebih pekat melalui selaput (membran/penyekat) semipermeabel, yaitu selaput berpori yang hanya dapat dilewati partikel pelarut tetapi tidak dapat dilewati partikel zat terlarut.
Ada dua teori untuk menjelaskan peristiwa osmosis, yaitu: (Eistein Yazid, 2005)
1.        Teori tekanan uap
Menurut teori ini larutan encer memiliki tekanan uap lebih besar daripada larutan yang lebih pekat. Bila kedua macam larutan ini dipisahkan dengan selaput semipermeabel akan terjadi pemindahan secara bertahap molekul-molekul pelarut dari larutan yang memiliki tekanan uap besar (encer) ke larutan yang tekanan uapnya rendah (pekat). Perpindahan ini akan berhenti setelah terjadi kesetimbangan, yaitu bilatekanan uap kedua larutan telah sama.
2.    Teori kinetika molekul
Teori ini menjelaskan bahwa setiap molekul suatu larutan maupun gas diatas suhu absolute 0 oC selalu dalam keadaan bergerak. Energi gerak molekul kimia tersebut dinyatakan sebagai potensial kimia. Didalam system larutan, molekul air bergerak oleh adanya potensial kimia air (potensial air) dan semua zat bergerak oleh adanya potensial kimia zat terlarut. Pada larutan yang sangat encer, energy gerak atau potensial airnya dianggap paling besar sedangkan lartan yang pekat potensial airnya rendah. Hal ini disebabkan dalam larutan pekat molekul air banyak berikatan dengan zat terlarut sehingga sedikit yang dapat bergerak. Dengan demikian osmosis pada dasarnya merupakan difusi dari daerah yang memiliki potensial air yang lebih tinggi kedaerah yang potensial airnya rendah melalui selaput semipermeabel. Difusi ini akan berhenti setelah tercapai keadaan setimbang, dimana potensial air kedua larutan telah sama.
Perlunya diusahakan kondisi isotonis bagi sebuah larutan yang dipakai untuk membran yang halus dapat digambarkan dengan mencampur sedikit darah natrium klorida encer yang tonisitasnya berbeda-beda. Misalnya saja, bila sedikit darah didefibrinasi untuk mencegah terjadinya pembekuan dengan memberinya larutan yang mengandung 0,9 gram natrium klorida per 100 ml, sel itu akan tetap berada dalam bentuk normalnya. Larutan dapat dikatakan mempunyai konsentrasi garam yang sama dan tekanan osmotik yang sama dengan konsentrasi garam dan tekanan osmotik sel darah merah. Larutan itu dikatakan isotonis dengan darah. Jika sel akan keluar melalui membran sel untuk mengencerkan larutan garam disekeliling sel tersebut sampai konsentrasi garam didua sisi membrane eritrosit identik. Keluarnya air dari dalam sel menyebabkan sel mengerut dan mengeci atau crenated. Dalam hal seperti ini larutan garam disebut hipertonis dengan sel darah. Jika darah dicampur natrium klorida 0,2% atau air suling , air akan memasuki sel darah, akibatnya sel itu akan membengkak dan pecah dengan membebaskan hemoglobin. Gejala ini dikenal sebagai peristiwa hemolisis. Larutan garam lemah atau air ini disebut hipertonis dengan darah. (Martin,A dkk,1993: 482)
Tonisitas larutan dapat ditentukan dengan menggunakan salah satu metode berikut ini. Pertama, dalam metode hemolisis, pengaruh berbagai larutan oabt diperiksa berdasarkan efek yang timbul ketika disuspensikan dengan darah. Husa dan teman-temannya menggunakan metode ini. Kemudian mereka mencoba sebuah metode kuantitatif yang dikembangkan oleh Hunter berdasarkan pada kenyataan bahwa suatu larutan yang hipotonis akan membebaskan oksihemoglobin dalam perbandingan yang sama dengan jumlah sel-sel yang dihemolisisnya, atas dasar tersebut dapat ditentukan faktor Von’t  Hoff, untuk kemudian dibandingkan dengan nilai yang diperoleh daya krioskopik, koefisien keaktifan dan koefisien osmosis. (Martin, 1993)
Ada dua teori yang menjelaskan tentang peristiwa osmosis yaitu teori tekanan uap dan teori kinetika molekul.  Teori tekanan uap adalah larutan encer memiliki tekanan uap yang lebih besar dari pada larutan yang lebih pekat, bila kedua macam larutan ini dipisahkan dengan selaput semipermeabel akan terjadi perpindahan secara bertahap molekul-molekul pelarut dari larutan yang memiliki tekanan uap besar (encer) larutan yang tekanan uapnya rendah (pekat). Perpindahan ini akan berhenti setelah tercapai kesetimbangan yaitu bila tekanan uap kedua larutan telah sama. Sedangkan, teori tekanan molekul menjelaskan bahwa setiap molekul sutu larutan maupun gas, diatas suhu absolut 0oC  selalu dinyatakan sebagai potensial kimia. Di dalam sistem  larutan, molekul air bergerak oleh adanya potensial kimia zat terlarut pada larutan yang sangat encer, energi gerak atau potensial airnya  dianggap paling besar sedangkan larutan yang pekat potensial airnya rendah. Hal ini disebabkan dalam larutan pekat molekul air banyak berikatan dengan zat terlarut  sehingga sedikit banyak yang dapat bergerak. Dengan demikian osmosis pada dasarnya merupakan difusi dari daerah yang memiliki potensial air yang lebih tinggi ke daerah potensial airnya  rendah melalui selaput semipermeabel. ((Eistein Yazid, 2005)
Suatu larutan yang memiliki tekanan osmosis yang sama seperti cairan tubuh tertentu disebut isotonik (artinya memiliki tonisitas yang sama) dengan cairan tubuh spesifik tersebut. (Ansel, 2004)
Larutan yang memiliki tekanan osmosis lebih rendah daripada cairan tubuh disebut hipotonik, sedangkan yang memiliki tekanan osmosis lebih besar disebut hipertonik. (Ansel, 2004)


II.2    Uraian bahan
1.    Air Suling (Ditjen POM,1979:45)
Nama resmi         : AQUA DESTILLATA
Nama lain            : Air suling
RM /BM                : H2O / 18,02
Pemerian             : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, dan
                                       tidak berasa.
Kegunaan           : Sebagai perlarut hipotonis
Penyimpanan     : Dalam wadah tertutup rapat
2.    Glukosa  (Ditjen POM,1979:157)
Nama resmi       : DEXTROSUM
Nama lain          : Glukosa
RM /BM              : C6H12O/ 198,17
Pemerian           : Hablur tidak berwarna, serbuk hablur atau butiran
putih, tidak berbau, rasa manis.
Kegunaan         : Sebagai pelarut hipertonis
Penyimpanan   : Dalam wadah tertutup baik.
3.      Natrium klorida  (Ditjen POM,1979:257)
Nama resmi       : NATRII CHLORIDUM
Nama lain          : Natrium klorida
RM/BM               : NaCl / 58,44
Pemerian           : Hablur putih, berbentuk kubus atau berbentuk
prisma, tidak berbau, rasa asin, mantap di udara.
Kelarutan           : Sangat mudah larut dalam air.
Kegunaan         : Sebagai pelarut isotonis
Penyimpanan   : Dalam wadah tertutup rapat.
4.      Kentang
Nama latin                     : Solanum tuberosum L.
Nama daerah                : Kentang atau ubi mandira (Palembang), Luwi kumeli (Jawa Barat). Gantang (Aceh dan Minangkabau), gentang  atau gadung lepar (Karo dan Lampung), dan keteki jawa (Sumba).
Klasifikasi Kingdom     : Plantae
Divisi                               : Spermatophyta
Kelas                              : Dicotyledoneae
Ordo                                : Solanales
Famili                              : Solanaceae
Genus                            : Solanum
Spesies                          : Solanum tuberosum L.







II.3    Prosedur Kerja (Anonim, 2013)
A.   Menghitung jumlah bahan pengisotonis yang digunakan
Ø  Hitung banyaknya Dextrosa yang digunakan agar isotonis dengan cairan tubuh, jika akan dibuat larutan dextrosa sebanyak 100 ml (gunakan ketiga metode perhitungan).
Ø  Tentukan tonisitas dari 100 ml larutan glukosa 30%.
Ø  Buat larutan di bawah ini :
~ Larutan NaCl fisiologis
~ larutan dextrosa isotonis
~ Larutan Glukosa 30%
B.   Menentukan Tonisitas dari larutan dextrosa 30%
Ø  Timbang glukosa sebanyak 300 gram, kemudian larutkan dalam 1000 ml aquadest.
C.   Membuat Larutan NaCl fisiologis, Larutan Dextrosa isotonis, hipertonis dan hipotonis
Ø  Timbang NaCl sebanyak 9 gram kemudian dalam 1000 ml  aquadest.
D.   Pengamatan terhadap penggunaan larutan isotonis, hipertonis, dan hipotonis
Ø  Bersihkan kentang dari kulitnya. Potong kentang dengan ukuran 2x1 sebanyak 3 potong. Usahakan beratnya sama.
Ø  Masukkan kentang ke dalam larutan NaCl fisiologis, larutan  glukosa 30% dan aquadest. Biarkan selama 30 menit.
Ø  Keluarkan dari larutan kemudian letakkan di atas tissue, kemudian    ditimbang dan diamati.









BAB III
CARA KERJA
III.1   Alat dan Bahan
A.   Alat yang digunakan
Alat yang dipakai dalam percobaan ini adalah
Ø  Botol semprot,
Ø  Gelas kimia 250 ml
Ø  Pisau,
Ø  Stopwatch dan
Ø  Timbangan analitik.
B.   Bahan yang digunakan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah
Ø  Aluminium foil,
Ø  aquadest,
Ø  kentang,
Ø  label
Ø  larutan glukosa 30 %,
Ø  larutan NaCl 0,9 %,
Ø  tissue



III.2   Langkah Percobaan
A.   Menghitung jumlah bahan pengisotonis yang digunakan
·         Dihitung banyaknya Dextrosa yang digunakan agar isotonis dengan cairan tubuh, jika akan dibuat larutan dextrosa sebanyak 100 ml (gunakan ketiga metode perhitungan).
·         Ditentukan tonisitas dari 100 ml larutan glukosa 30%.
·         Dibuat larutan di bawah ini :
ü  Larutan NaCl fisiologis
ü  Larutan dextrosa isotonis
ü  Larutan Glukosa 30%
B.   Menentukan Tonisitas dari larutan dextrosa 30%
·         Ditimbang glukosa sebanyak 300 gram, kemudian larutkan dalam 1000 ml aquadest.
C.   Membuat Larutan NaCl fisiologis, Larutan Dextrosa isotonis, hipertonis dan hipotonis
·         Ditimbang NaCl sebanyak 9 gram kemudian dalam 1000 ml  aquadest.
D.   Pengamatan terhadap penggunaan larutan isotonis, hipertonis, dan hipotonis
·         Dibersihkan kentang dari kulitnya. Dipotong kentang dengan   ukuran 2x1 sebanyak 3 potong. Usahakan beratnya sama.
·         Dimasukkan kentang ke dalam larutan NaCl fisiologis, larutan glukosa 30% dan aquadest. Biarkan selama 60 menit.
·         Dikeluarkan dari larutan kemudian letakkan di atas tissue, kemudian ditimbang dan diamati.



BAB IV
HASIL PRAKTIKUM
I.        Menghitung bahan pengisotonis
Larutan isotonis (100 ml)
Banyaknya zat (g)
NaCl 0,9 %
9 gram
Glukosa 30 %
300 gram

Ø  NaCl 0,9 %
 = x1000
= 9 gram                                                                                   
Ø  Glukosa
= x 1000
= 300 gram 
II.    Pengamatan terhadap larutan isotonis, hipertonis

Parameter yang diamati
Sebelum direndam
Setelah direndam selama 60 menit
Larutan isotonis
Larutan Hipotonis
Larutan Hipertonis
Berat (g)
NaCl
Aquades
Glukosa
4,306 g
4,830 g

3,743 g
4,204
4,473
4,843
Keadaan
Keras
keras
keras
Lembek



BAB V
PEMBAHASAN
Tonisitas adalah membandingkan tekanan osmosa antara dua cairan yang dipisahkan oleh membran semipermeabel. Suatu larutan dikatakan isotonis terhadap cairan lainnya bial memiliki tekanan osmosa yang sama. Bila cairan yang satu tekanan osmosanya lebih tinggi daripada yang lain, maka cairan yang lebih tinggi dikatakan hipertonis terhadap yang lebih rendah, sebaliknya cairan yang memiliki tekanan osmosa yang lebih rendah disebut hipotonis terhadap cairan yang lebih tinggi tekanan osmosanya.
Penurunan titik beku merupakan penurunan titik beku suatu larutan tergantung pada jumlah bagian-bagian yang terlarut dalam larutan. Untuk larutan encer penurunan titik beku kira-kira sebanding dengan tekanan osmosa. Jadi penurunan titik beku larutan dapat digunakan untuk mengukur kepekatan larutan, karena makin pekat larutan maka makin tinggi pula penurunan titik bekunya. Penurunan titik beku yang dipakai untuk perhitungan isotonis, berdasarkan anggapan bahwa larutan isotonis mempunyai titik beku yang sama dengan titik beku cairan tubuh. Sedangkan penurunan titik beku darah adalah -0,52oC.
Hipotonis merupakan larutan yang konsentrasinya rendah memiliki tekanan osmotik yang rendah. Hipertonis adalah larutan berkonsentrasi tinggi memiliki tekanan osmotik yang tinggi. Dan isotonis adalah tekanan osmotik sama (konsentrasi sama maka antara kedua larutan tidak akan terjadi osmosis).
Pada praktikum tonisitas ini bahan utama yang digunakan adalah
Kentang. Sebelum kentang dijadikan sampel terlebih dahulu kentang tersebut dibersihkan dan dikupas kulitnya, setelah itu dipotong dengan ukuran 1x2 dengan 3 bagian dan diusahakan agar ketiga potongan tersebut sama besar. Untuk mengetahui apakah beratnya sudah sama, maka setalah pemotongan ditimbang terlebih dahulu.
            Kemudian, potongan kentang tersebut dimasukkan ke dalam larutan NaCl fisiologis, Larutan glukosa 30 % dan aquadest. Sebelum dimasukkan ke dalam larutan masing-masing, keadaan kentang adalah keras. Untuk kentang potongan pertama dimasukkan ke dalam gelas kimia yang berisi larutan NaCl  sebanyak 100 ml. Selanjutnya, kentang potongan yang kedua dimasukkan juga ke dalam gelas kimia yang berisi larutan glukosa 30 dengan durasi waktu 60 menit. Dan potongan kentang yang ketiga atau yang terakhir dimasukkan ke dalam gelas kimia yang berisi aqudest dengan durasi waktu 60 menit.
            Setelah 60 menit ketiga kentang tersebut diangkat atau dikelurkan dari cairan tersebut  kemudian letakkan di atas tissue, dan timbang kembali dengan menggunakan timbangan analitik, lalu amati perubahan yang terjadi pada ketiga kentang tersebut dan catat. Setelah semuanya selesai terjadi perubahan pada ketiga potongan kentang tersebut. Potongan kentang yang pertama tadi sebelum direndam dengan larutan beratnya adalah 4,204 gram, setelah direndam dengan NaCl beratnya berubah menjadi 4,306 gram dan dalam keadaan keras, hal ini membuktikan bahwa larutan NaCl isotonis dengan tubuh. Lalu, kentang yang kedua dari berat semula yaitu 4,843 gram menjadi 3,743 gram dengan menggunakan larutan glukosa dan keadaannya pun berubah dari keras menjadi lembek, hal ini membuktikan terjadinya hipertonis. Sedangkan kentang ketiga atau yang terakhir yang menggunakan aquadest dari berat semula 4,473 gram menjadi 4,830 gram, dan keadaannyapun tetap  dari keras menjadi keras, hal ini merupakan terjadinya hipotonis.
Perlunya diusahakan kondisi isotonis bagi sebuah larutan yang dipakai untuk membran yang halus dapat digambarkan dengan mencampur sedikit darah natrium klorida encer yang tonisitasnya berbeda-beda. Misalnya saja, bila sedikit darah didefibrinasi untuk mencegah terjadinya pembekuan dengan memberinya larutan yang mengandung 0,9 gram natrium klorida per 100 ml, sel itu akan tetap berada dalam bentuk normalnya. Larutan dapat dikatakan mempunyai konsentrasi garam yang sama dan tekanan osmotik yang sama dengan konsentrasi garam dan tekanan osmotik sel darah merah. Larutan itu dikatakan isotonis dengan darah. Jika sel akan keluar melalui membran sel untuk mengencerkan larutan garam disekeliling sel tersebut sampai konsentrasi garam didua sisi membrane eritrosit identik. Keluarnya air dari dalam sel menyebabkan sel mengerut dan mengeci atau crenated. Dalam hal seperti ini larutan garam disebut hipertonis dengan sel darah. Jika darah dicampur natrium klorida 0,2% atau air suling , air akan memasuki sel darah, akibatnya sel itu akan membengkak dan pecah dengan membebaskan hemoglobin. Gejala ini dikenal sebagai peristiwa hemolisis. Larutan garam lemah atau air ini disebut hipertonis dengan darah.
Dalam bidang farmasi, perhitungan tonisitas digunakan untuk menentukan tonisitas suatu larutan apakah larutan itu isotonis, hipertonis dan hipototonis. 









BAB VI
PENUTUP
VI.1  KESIMPULAN
            Berdasarkan percobaan yang  telah dilakukan maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.)  Kentang yang direndam dengan NaCl 0,9 bersifat isotonis, hal ini dikarenakan berat sampel tidak mengalami perubahan yang signifikan yaitu dari 4,204 gram menjadi 4,306 gram.
2.)  Kentang yang direndam dengan glukosa 30% bersifat hipertonis, hal ini dikarenakan berat sampel mengalami penurunan dari 4,843 gram menjadi 3,743 gram.
3.)  Kentang yang direndam dengan Aquadest bersifat hipotonis, hal ini dikarenakan berat sampel mengalami kenaikan dari 4,473 gram menjadi 4,830 gram.
VI.2  SARAN
Sebaiknya dalam praktikum, semua praktikan harus lebih aktif dalam bekerja.






DAFTAR PUSTAKA

Ditjen POM.1979. Farmakope Indonesiaedisi III. Jakarta; Depkes RI.
Martin, Alfred, dkk.  1993 . Farmasi Fisika: Dasar-dasar farmasi fisika dalam ilmu farmasetika, diterjemahkan oleh Yoshita , edisi III , jilid II. Jakarta; penerbit UI.
Mirawati. 2013.Penuntun Praktikum Farmasi Fisika.Makassar;Jurusan Farmasi UMI.
Ansel,H.C. 2004. Kalkulus farmasetik.EGC:Jakarta.
Yazid, Estein, 2005. Kimia Fisika untuk Paramedis.Penerbit Andi : Yogyakarta.
















                                                                                   
SKEMA KERJA

Kentang dibersihkan dari kulitnya dan dipotong dengan ukuran 2 x 1 cm sebanyak 3 potong

Dimasukkan kentang didalam larutan NaCl fisiologis, larutan glukosa 30% dan aquades

Dibiarkan selama 60 menit

Dikeluarkan dari larutan dan diletakkan diatas tissue

Diamati perubahan yang terjadi


















Tidak ada komentar:

Posting Komentar