BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar
belakang
Dalam profesi kita
sebagai farmasis tentu saja kita akan selalu di hadapkan dengan obat-obatan dan
cara pemakaiannya serta bagaimana mengatur obat-obatan yang harus di gunakan
oleh pasien serta harus mampu mempersiapkan obat yang sesuai dengan yang di
anjurkan, persiapan tentang cara pemberian obat dan observasi secara tepat
terhadap cara obat-obatan tersebut bekerja. Dengan kata lain, seorang farmasis
dapat berkolaborasi dengan dokter yang memiliki pengetahuan yang memadai dalam
bidang ini.
Sediaan farmasetik
berair yang ditujukan untuk penggunaan pada aliran darah,mata hidung atau usus
umumnya dibuat agar memiliki tone atau
tonisitas yang diinginkan berkaitan
dengan cairan biologis yang dituju.
Menurut hukum fisika,
jika dua larutan ditempatkan pada setiap sisi membrane semipermeabel, pelarut
akan melewati membrane dari larutan yang lebih encer menuju larutan yang lebih
pekat untuk menyeimbangkan konsentrasi. Proses ini dikenal sebagai osmosis, dan tekanan yang bertanggung
jawab untuk gerakan pelarut itu disebut tekanan
osmosis.
Tekanan osmosis
efektif suatu larutan beragam, tergantung pada zat terlarut yang ada. Jika zat
terlarut adalah suatu nonelektrolit, larutannya hanya mengandung molekulyang
tak terionisasi dan tekanan osmosis hanya ditentukan oleh konsentrasi zat
terlarut. Jika zat terlarut adalah suatu elektrolit larutannya akan mengandung
ion dan tekanan osmosis ditentukan tidak hanya oleh konsentrasi zat terlarut
tetapi juga oleh tingkat disosiasinya. Zat terlarut yang terdisosiasi memiliki
jumlah partikel yang relatif lebih besar dalam larutan dan menghasilkan tekanan
osmosis lebih besar daripada molekul-molekul terdisosiasi.
I.2 Tujuan
praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu:
Ø Untuk
mengamati peristiwa osmosis
Ø Untuk
menghitung jumlah bahan pengisotonis yang ditambahkan untuk membuat larutan
isotonis
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
II.1 Dasar teori
Sifat koligatif
adalah sifat larutan yang hanya bergantung pada banyaknya partikel zat
terlarut, dan bukan pada jenisnya. Larutan-larutan yang mengandung jumlah
partikel terlarut, dan bukan pada jenisnya. Larutan-larutan yang mengandung
jumlah partikel terlarut sama akam memperlihatkan sifat koligatif yang sama,
meskipun jenis zat terlarutnya berbeda-beda. Pengaruh jenis zat terlarut kecil
sekali peranannya, selama zat itu tergolong non elektrolit tak atsiri (tidak
mudah menguap), suatu zat yang tak membentuk ion dan tak mempunyai uap berarti.
(Eistein Yazid, 2005)
Ada empat sifat
koligatif larutan, yaitu : (Eistein Yazid, 2005)
1.
Penurunan tekanan uap
Tekanan uap adalah ukuran
kecendrungan molekul-molekul suau cairan untuk lolos menguap. Makin mudah
molekul-molekul cairan menjadi uap, makin besar tekanan uapnya.
2.
Kenaikan titik didih
Titik didih suatu cairan
adalah suhu pada saat tekanan uap jenuh itu sama dengan tekanan udara luar.
Biasanya yang dimaksud dengan titik didih adalah titik didih normal, yaitu titik
didih pada tekanan udara luar 1 atmosfir. Titik didih normal air adalah 100 oC.
3.
Penurunan titik beku
Akibat lain dari turunnya
tekanan uap larutan adalah turunnya titik beku. Suhu pada saat larutan mulai
membeku pada tekanan luar 1 atm disebut titik beku. Titik beku normal air
adalah 0 oC.
4.
Tekanan osmotik
Osmosis adalah proses
berpindahnya molekul-molekul pelarut dari larutan encer kelarutan yang lebih
pekat melalui selaput (membran/penyekat) semipermeabel, yaitu selaput berpori
yang hanya dapat dilewati partikel pelarut tetapi tidak dapat dilewati partikel
zat terlarut.
Ada dua teori untuk
menjelaskan peristiwa osmosis, yaitu: (Eistein Yazid, 2005)
1.
Teori tekanan uap
Menurut teori ini larutan
encer memiliki tekanan uap lebih besar daripada larutan yang lebih pekat. Bila
kedua macam larutan ini dipisahkan dengan selaput semipermeabel akan terjadi
pemindahan secara bertahap molekul-molekul pelarut dari larutan yang memiliki
tekanan uap besar (encer) ke larutan yang tekanan uapnya rendah (pekat).
Perpindahan ini akan berhenti setelah terjadi kesetimbangan, yaitu bilatekanan
uap kedua larutan telah sama.
2. Teori
kinetika molekul
Teori ini menjelaskan bahwa
setiap molekul suatu larutan maupun gas diatas suhu absolute 0 oC
selalu dalam keadaan bergerak. Energi gerak molekul kimia tersebut dinyatakan
sebagai potensial kimia. Didalam system larutan, molekul air bergerak oleh
adanya potensial kimia air (potensial air) dan semua zat bergerak oleh adanya
potensial kimia zat terlarut. Pada larutan yang sangat encer, energy gerak atau
potensial airnya dianggap paling besar sedangkan lartan yang pekat potensial
airnya rendah. Hal ini disebabkan dalam larutan pekat molekul air banyak
berikatan dengan zat terlarut sehingga sedikit yang dapat bergerak. Dengan
demikian osmosis pada dasarnya merupakan difusi dari daerah yang memiliki
potensial air yang lebih tinggi kedaerah yang potensial airnya rendah melalui
selaput semipermeabel. Difusi ini akan berhenti setelah tercapai keadaan
setimbang, dimana potensial air kedua larutan telah sama.
Perlunya
diusahakan kondisi isotonis bagi sebuah larutan yang dipakai untuk membran yang
halus dapat digambarkan dengan mencampur sedikit darah natrium klorida encer
yang tonisitasnya berbeda-beda. Misalnya saja, bila sedikit darah didefibrinasi
untuk mencegah terjadinya pembekuan dengan memberinya larutan yang mengandung
0,9 gram natrium klorida per 100 ml, sel itu akan tetap berada dalam bentuk
normalnya. Larutan dapat dikatakan mempunyai konsentrasi garam yang sama dan
tekanan osmotik yang sama dengan konsentrasi garam dan tekanan osmotik sel
darah merah. Larutan itu dikatakan isotonis dengan darah. Jika sel akan keluar
melalui membran sel untuk mengencerkan larutan garam disekeliling sel tersebut
sampai konsentrasi garam didua sisi membrane eritrosit identik. Keluarnya air
dari dalam sel menyebabkan sel mengerut dan mengeci atau crenated. Dalam hal
seperti ini larutan garam disebut hipertonis dengan sel darah. Jika darah
dicampur natrium klorida 0,2% atau air suling , air akan memasuki sel darah,
akibatnya sel itu akan membengkak dan pecah dengan membebaskan hemoglobin. Gejala
ini dikenal sebagai peristiwa hemolisis. Larutan garam lemah atau air ini
disebut hipertonis dengan darah. (Martin,A dkk,1993: 482)
Tonisitas
larutan dapat ditentukan dengan menggunakan salah satu metode berikut ini.
Pertama, dalam metode hemolisis, pengaruh berbagai larutan oabt diperiksa
berdasarkan efek yang timbul ketika disuspensikan dengan darah. Husa dan
teman-temannya menggunakan metode ini. Kemudian mereka mencoba sebuah metode
kuantitatif yang dikembangkan oleh Hunter berdasarkan pada kenyataan
bahwa suatu larutan yang hipotonis akan membebaskan oksihemoglobin dalam
perbandingan yang sama dengan jumlah sel-sel yang dihemolisisnya, atas dasar
tersebut dapat ditentukan faktor Von’t
Hoff, untuk kemudian dibandingkan dengan nilai yang diperoleh daya
krioskopik, koefisien keaktifan dan koefisien osmosis. (Martin, 1993)
Ada dua teori
yang menjelaskan tentang peristiwa osmosis yaitu teori tekanan uap dan teori
kinetika molekul. Teori tekanan uap
adalah larutan encer memiliki tekanan uap yang lebih besar dari pada larutan
yang lebih pekat, bila kedua macam larutan ini dipisahkan dengan selaput
semipermeabel akan terjadi perpindahan secara bertahap molekul-molekul pelarut
dari larutan yang memiliki tekanan uap besar (encer) larutan yang tekanan
uapnya rendah (pekat). Perpindahan ini akan berhenti setelah tercapai
kesetimbangan yaitu bila tekanan uap kedua larutan telah sama. Sedangkan, teori
tekanan molekul menjelaskan bahwa setiap molekul sutu larutan maupun gas,
diatas suhu absolut 0oC
selalu dinyatakan sebagai potensial kimia. Di dalam sistem larutan, molekul air bergerak oleh adanya
potensial kimia zat terlarut pada larutan yang sangat encer, energi gerak atau
potensial airnya dianggap paling besar
sedangkan larutan yang pekat potensial airnya rendah. Hal ini disebabkan dalam
larutan pekat molekul air banyak berikatan dengan zat terlarut sehingga sedikit banyak yang dapat bergerak.
Dengan demikian osmosis pada dasarnya merupakan difusi dari daerah yang
memiliki potensial air yang lebih tinggi ke daerah potensial airnya rendah melalui selaput semipermeabel. ((Eistein
Yazid, 2005)
Suatu
larutan yang memiliki tekanan osmosis yang sama seperti cairan tubuh tertentu
disebut isotonik (artinya memiliki tonisitas yang sama) dengan cairan tubuh
spesifik tersebut. (Ansel, 2004)
Larutan
yang memiliki tekanan osmosis lebih rendah daripada cairan tubuh disebut
hipotonik, sedangkan yang memiliki tekanan osmosis lebih besar disebut
hipertonik. (Ansel, 2004)
II.2 Uraian
bahan
1. Air Suling (Ditjen
POM,1979:45)
Nama resmi :
AQUA DESTILLATA
Nama lain :
Air suling
RM /BM : H2O
/ 18,02
Pemerian : Cairan jernih,
tidak berwarna, tidak berbau, dan
tidak berasa.
Kegunaan :
Sebagai
perlarut hipotonis
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
2. Glukosa (Ditjen POM,1979:157)
Nama resmi : DEXTROSUM
Nama lain :
Glukosa
RM /BM : C6H12O6 / 198,17
Pemerian :
Hablur tidak
berwarna, serbuk hablur atau butiran
putih, tidak
berbau, rasa manis.
Kegunaan :
Sebagai pelarut hipertonis
Penyimpanan :
Dalam wadah
tertutup baik.
3. Natrium klorida
(Ditjen POM,1979:257)
Nama resmi :
NATRII
CHLORIDUM
Nama lain :
Natrium klorida
RM/BM : NaCl / 58,44
Pemerian :
Hablur putih,
berbentuk kubus atau berbentuk
prisma, tidak
berbau, rasa asin, mantap di udara.
Kelarutan :
Sangat mudah
larut dalam air.
Kegunaan :
Sebagai pelarut isotonis
Penyimpanan : Dalam wadah
tertutup rapat.
4. Kentang
Nama latin :
Solanum tuberosum L.
Nama daerah
: Kentang atau ubi mandira (Palembang), Luwi kumeli
(Jawa Barat). Gantang (Aceh dan Minangkabau), gentang atau gadung lepar (Karo dan Lampung), dan
keteki jawa (Sumba).
Klasifikasi Kingdom : Plantae
Divisi :
Spermatophyta
Kelas :
Dicotyledoneae
Ordo :
Solanales
Famili :
Solanaceae
Genus :
Solanum
Spesies :
Solanum tuberosum L.
II.3 Prosedur Kerja (Anonim, 2013)
A.
Menghitung
jumlah bahan pengisotonis yang digunakan
Ø Hitung
banyaknya Dextrosa yang digunakan agar isotonis dengan cairan tubuh, jika akan
dibuat larutan dextrosa sebanyak 100 ml (gunakan ketiga metode perhitungan).
Ø Tentukan
tonisitas dari 100 ml larutan glukosa 30%.
Ø Buat larutan di
bawah ini :
~ Larutan NaCl
fisiologis
~ larutan
dextrosa isotonis
~ Larutan Glukosa
30%
B.
Menentukan
Tonisitas dari larutan dextrosa 30%
Ø Timbang glukosa
sebanyak 300 gram, kemudian larutkan
dalam 1000 ml
aquadest.
C.
Membuat Larutan
NaCl fisiologis, Larutan Dextrosa isotonis, hipertonis dan hipotonis
Ø
Timbang NaCl sebanyak 9 gram kemudian dalam 1000 ml aquadest.
D. Pengamatan terhadap penggunaan larutan isotonis,
hipertonis, dan
hipotonis
Ø
Bersihkan kentang dari kulitnya. Potong kentang dengan ukuran
2x1 sebanyak 3 potong. Usahakan beratnya sama.
Ø
Masukkan kentang ke dalam larutan NaCl fisiologis,
larutan glukosa 30% dan aquadest.
Biarkan selama 30 menit.
Ø
Keluarkan dari larutan kemudian letakkan di atas tissue,
kemudian ditimbang dan diamati.
BAB III
CARA
KERJA
III.1 Alat
dan Bahan
A. Alat yang
digunakan
Alat yang dipakai dalam
percobaan ini adalah
Ø Botol semprot,
Ø
Gelas kimia 250 ml,
Ø
Pisau,
Ø
Stopwatch dan
Ø
Timbangan analitik.
B. Bahan yang digunakan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah
Ø Aluminium foil,
Ø aquadest,
Ø kentang,
Ø label
Ø larutan glukosa
30 %,
Ø larutan NaCl
0,9 %,
Ø tissue
III.2 Langkah Percobaan
A.
Menghitung
jumlah bahan pengisotonis yang digunakan
·
Dihitung banyaknya Dextrosa yang digunakan agar isotonis
dengan cairan tubuh, jika akan dibuat larutan dextrosa sebanyak 100 ml (gunakan
ketiga metode perhitungan).
·
Ditentukan tonisitas dari 100 ml larutan glukosa 30%.
·
Dibuat larutan di bawah ini :
ü
Larutan NaCl fisiologis
ü
Larutan dextrosa
isotonis
ü
Larutan Glukosa 30%
B.
Menentukan
Tonisitas dari larutan dextrosa 30%
·
Ditimbang glukosa sebanyak 300 gram, kemudian larutkan
dalam 1000 ml aquadest.
C.
Membuat Larutan
NaCl fisiologis, Larutan Dextrosa isotonis, hipertonis dan hipotonis
·
Ditimbang NaCl sebanyak 9 gram kemudian dalam 1000
ml aquadest.
D.
Pengamatan
terhadap penggunaan larutan isotonis, hipertonis, dan hipotonis
·
Dibersihkan kentang dari kulitnya. Dipotong kentang
dengan ukuran 2x1 sebanyak 3 potong.
Usahakan beratnya sama.
·
Dimasukkan kentang ke dalam larutan NaCl fisiologis,
larutan glukosa 30% dan aquadest. Biarkan selama 60 menit.
·
Dikeluarkan dari larutan kemudian letakkan di atas
tissue, kemudian ditimbang dan diamati.
BAB IV
HASIL
PRAKTIKUM
I.
Menghitung
bahan pengisotonis
Larutan isotonis (100 ml)
|
Banyaknya zat (g)
|
NaCl 0,9 %
|
9 gram
|
Glukosa 30 %
|
300 gram
|
Ø NaCl 0,9 %
=
x1000

= 9 gram
Ø Glukosa
=
x 1000

= 300 gram
II.
Pengamatan
terhadap larutan isotonis, hipertonis
Parameter yang
diamati
|
Sebelum direndam
|
Setelah direndam
selama 60 menit
|
||||
Larutan isotonis
|
Larutan Hipotonis
|
Larutan Hipertonis
|
||||
Berat (g)
|
NaCl
|
Aquades
|
Glukosa
|
4,306 g
|
4,830 g
|
3,743 g
|
4,204
|
4,473
|
4,843
|
||||
Keadaan
|
Keras
|
keras
|
keras
|
Lembek
|
BAB V
PEMBAHASAN
Tonisitas adalah membandingkan
tekanan osmosa antara dua cairan yang dipisahkan oleh membran semipermeabel.
Suatu larutan dikatakan isotonis terhadap cairan lainnya bial memiliki tekanan
osmosa yang sama. Bila cairan yang satu tekanan osmosanya lebih tinggi daripada
yang lain, maka cairan yang lebih tinggi dikatakan hipertonis terhadap yang lebih
rendah, sebaliknya cairan yang memiliki tekanan osmosa yang lebih rendah
disebut hipotonis terhadap cairan yang lebih tinggi tekanan osmosanya.
Penurunan titik beku merupakan
penurunan titik beku suatu larutan tergantung pada jumlah bagian-bagian yang
terlarut dalam larutan. Untuk larutan encer penurunan titik beku kira-kira
sebanding dengan tekanan osmosa. Jadi penurunan titik beku larutan dapat
digunakan untuk mengukur kepekatan larutan, karena makin pekat larutan maka
makin tinggi pula penurunan titik bekunya. Penurunan titik beku yang dipakai
untuk perhitungan isotonis, berdasarkan anggapan bahwa larutan isotonis
mempunyai titik beku yang sama dengan titik beku cairan tubuh. Sedangkan
penurunan titik beku darah adalah -0,52oC.
Hipotonis merupakan larutan
yang konsentrasinya rendah memiliki tekanan osmotik yang rendah. Hipertonis
adalah larutan berkonsentrasi tinggi memiliki tekanan osmotik yang tinggi. Dan
isotonis adalah tekanan osmotik sama (konsentrasi sama maka antara kedua
larutan tidak akan terjadi osmosis).
Pada praktikum tonisitas ini bahan utama yang digunakan adalah
Kentang. Sebelum kentang
dijadikan sampel terlebih dahulu kentang tersebut dibersihkan dan dikupas
kulitnya, setelah itu dipotong dengan ukuran 1x2 dengan 3 bagian dan diusahakan
agar ketiga potongan tersebut sama besar. Untuk mengetahui apakah beratnya sudah
sama, maka setalah pemotongan ditimbang terlebih dahulu.
Kemudian,
potongan kentang tersebut dimasukkan ke dalam larutan NaCl fisiologis, Larutan
glukosa 30 % dan aquadest. Sebelum dimasukkan ke dalam larutan masing-masing,
keadaan kentang adalah keras. Untuk kentang potongan pertama dimasukkan ke
dalam gelas kimia yang berisi larutan NaCl
sebanyak 100 ml. Selanjutnya, kentang
potongan yang kedua dimasukkan juga ke dalam gelas kimia yang berisi larutan glukosa 30 dengan durasi waktu 60 menit. Dan potongan kentang yang ketiga atau yang terakhir dimasukkan ke
dalam gelas kimia yang berisi aqudest dengan durasi waktu 60 menit.
Setelah
60 menit ketiga kentang tersebut diangkat atau dikelurkan dari cairan
tersebut kemudian letakkan di atas
tissue, dan timbang kembali dengan menggunakan timbangan analitik, lalu amati
perubahan yang terjadi pada ketiga kentang tersebut dan catat. Setelah semuanya
selesai terjadi perubahan pada ketiga potongan kentang tersebut. Potongan
kentang yang pertama tadi sebelum direndam dengan larutan beratnya adalah 4,204 gram, setelah direndam dengan NaCl beratnya berubah menjadi 4,306 gram dan dalam keadaan keras,
hal ini membuktikan bahwa larutan NaCl isotonis dengan
tubuh. Lalu, kentang yang kedua dari berat semula yaitu 4,843 gram menjadi 3,743 gram dengan menggunakan larutan glukosa dan keadaannya pun berubah dari keras menjadi lembek, hal ini membuktikan terjadinya hipertonis. Sedangkan
kentang ketiga atau yang terakhir yang menggunakan aquadest dari berat semula 4,473 gram menjadi 4,830 gram, dan keadaannyapun tetap dari keras menjadi keras, hal ini merupakan terjadinya hipotonis.
Perlunya diusahakan kondisi
isotonis bagi sebuah larutan yang dipakai untuk membran yang halus dapat digambarkan
dengan mencampur sedikit darah natrium klorida encer yang tonisitasnya
berbeda-beda. Misalnya saja, bila sedikit darah didefibrinasi untuk mencegah
terjadinya pembekuan dengan memberinya larutan yang mengandung 0,9 gram natrium
klorida per 100 ml, sel itu akan tetap berada dalam bentuk normalnya. Larutan
dapat dikatakan mempunyai konsentrasi garam yang sama dan tekanan osmotik yang
sama dengan konsentrasi garam dan tekanan osmotik sel darah merah. Larutan itu
dikatakan isotonis dengan darah. Jika sel akan keluar melalui membran sel untuk
mengencerkan larutan garam disekeliling sel tersebut sampai konsentrasi garam
didua sisi membrane eritrosit identik. Keluarnya air dari dalam sel menyebabkan
sel mengerut dan mengeci atau crenated. Dalam hal seperti ini larutan garam
disebut hipertonis dengan sel darah. Jika darah dicampur natrium klorida 0,2%
atau air suling , air akan memasuki sel darah, akibatnya sel itu akan
membengkak dan pecah dengan membebaskan hemoglobin. Gejala ini dikenal sebagai
peristiwa hemolisis. Larutan garam lemah atau air ini disebut hipertonis dengan
darah.
Dalam
bidang farmasi, perhitungan tonisitas digunakan untuk menentukan tonisitas
suatu larutan apakah larutan itu isotonis, hipertonis dan hipototonis.
BAB
VI
PENUTUP
VI.1 KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.) Kentang
yang direndam dengan NaCl 0,9 bersifat isotonis, hal ini dikarenakan berat
sampel tidak mengalami perubahan yang signifikan yaitu dari 4,204 gram menjadi
4,306 gram.
2.) Kentang
yang direndam dengan glukosa 30% bersifat hipertonis, hal ini dikarenakan berat
sampel mengalami penurunan dari 4,843 gram menjadi 3,743 gram.
3.) Kentang
yang direndam dengan Aquadest bersifat hipotonis, hal ini dikarenakan berat sampel
mengalami kenaikan dari 4,473 gram menjadi 4,830 gram.
VI.2 SARAN
Sebaiknya dalam praktikum, semua praktikan
harus lebih aktif dalam bekerja.
DAFTAR
PUSTAKA
Ditjen POM.1979. Farmakope Indonesiaedisi
III. Jakarta; Depkes RI.
Martin, Alfred, dkk. 1993 . Farmasi Fisika: Dasar-dasar
farmasi fisika dalam ilmu farmasetika, diterjemahkan oleh Yoshita , edisi
III , jilid II. Jakarta; penerbit UI.
Mirawati. 2013.Penuntun Praktikum Farmasi Fisika.Makassar;Jurusan Farmasi UMI.
Ansel,H.C. 2004. Kalkulus farmasetik.EGC:Jakarta.
Yazid, Estein, 2005. Kimia Fisika untuk Paramedis.Penerbit Andi : Yogyakarta.
SKEMA
KERJA




Diamati
perubahan yang terjadi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar